20120327

Resume Buku Qur'an and Women; Karya Amina Wadud

Buku               : QUR’AN AND WOMEN ( PEREMPUAN DI DALAM AL-QUR’AN )
Pengarang       : AMINA WADUD
Jumlah hal.      : XXVII+167 Halaman
Penerbit           : Penerbit Pustaka
Kota Terbit      : Bandung
Tahun Terbit : 1414H-1994M

AMINA WADUD
1.      PENDAHULUAN

Buku Qur’an and Women ( Wanita di dalam Al-Qur’an ) yang merupakan hasil dari penelitian dan diskusi-diskusi yang di lakukan oleh Amina Wadud dengan teman-temannya yang dipublikasikan pada tahun 1992 sangat menarik karena berisi penafsiran ulang mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan jender. Hal inilah yang menjadi alasan penulis membuat resume buku tersebut. Selain itu buku ini bisa menyadarkan kaum lelaki agar tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum wanita.
Tujuan penulis membuat reume buku ini yaitu untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan jender yang dikemukakan oleh Amina Wadud sekaligus  memahami tafsiran ayat-ayat tersebut.
 Isi dalam buku ini terdiri dari pendahuluan, pembahasan dan kesimpulan. Adapun perinciannya sebagai berikut:
1.      Pedahuluan berisi tentang tujuan beliau mengadakan penelitian yaitu  usaha untuk membuat interpretasi al-Qur’an yang mempunyai makna dalam kehidupan kaum wanita di era modern ini. Beliau juga mengemukakan bahwa bentuk interpretasi atau penafsiran yang baik itu ialah penafsiran ulang  (Reinterpretation ) dan Double Movement beserta pendekatan-pendekatannya.
2.      Pembahasan dalam buku ini terdiri dari 4 bab yaitu
·         Bab I. Dalam bab ini beliau mengulas kembali sejumlah persoalan analisis tentang penciptaan manusia, dengan menafsirkan ayat-ayat berikut ini :
1.         Asal-usul manusia
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS, 4:1)
2.         Dualisme Penciptaan
سبحان الذي خلق الأزواج كلها مما تنبت الأرض ومن أنفسهم ومما لا يعلمون
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Hal ini menggambarkan bahwa asal usul manusia berasal dari nafs tunggal yang merupakan bagian dari sistem berpasang-pasangan: nafs itu dan zawj-nya. Dalam pengertian praktis berpasangan ini adalah pria dan wanita. Dalam ayat diata penggunaan kata laki-laki dan wanita berarti bahwa perwujudan secara fisik realitas esensi berpasang-pasangan adalah berkembang biak dan menyebar. berisi pembahasan bahwa laki-laki dan perempuan pada awal penciftaannya  memiliki kedudukan yang sama: penciftaan manusia dalam al-Qur’an.
 Bab ini terdiri dari beberapa sub-bab :
o   penciftaan dan bahasa yang bersifat ghaib;
o   penciftaan keluarga pertama;
o   penciftaan manusia;
o   asal-usul penciftaan manusia;
o   dualism dalam peciftaan;
o   peritiswa di taman surga; dan
o   kesimpulan.
·         Bab II berisi gambaran kajian sejumlah peranan yang digambarkan beberapa tokoh penting dalam al-Qur’an, bab ini menunjukkan implikasi sosiologis al-Qur’an terhadap wanita. Pada bagian ini ia membahas mengenai tiga tokoh wanita yaitu: Ibu Nabi Musa, Maryam, dan Ratu Balqis. Kehidupan pribadi masing-masing tokoh ini sangat berlainan, namun kisah mereka seringkali diungkapkan dengan penafsiran yang tidak disertai visi wanita dan tanpa memusatkan perhatian pada masalah kewanitaan mereka.
 Bab ini terdiri dari lima sub-bab :
o   Al-Qur’an mengajarkan pembacanya tentang kejadian dalam hidup sebagai individu;
o   Manfaat perempuan yang ditunjukan al-Qur’an;
o   Perempuan sebagai individu;
o   Perbedaan antar individu: takwa; dan
o   Perbedaan karakter permpuan dalam al-Qur’an.
·         Bab III. Dlam bab ini digambarkan hubungan antara penekanan persamaan dalam al-Qur’an tatkala mengulas hari akhirat dengan keseluruhan gagasan persamaan yang terkandung di dalamnya. Persamaan ganjaran berarti pada satu dan waktu yang sama sebagai inspirasi terhadap kehidupan sesudah mati, dan sebagai penjelasan dari keseluruhan rancanagan al-Qur’an tentang keadilan dan persamaan. Bab ini terdiri dari beberapa sub-bab diantaranya:
o   Akhirat dan penciptaannya;
o   Nilai dan akhirat;
o   Tingkatan-tingkatan di akhirat;
o   Keadilan dalam menerima balasan;
o   Balasan untuk individu;
o   Tempat terakhir (surge atau neraka);
o   Pasangan di akhirat;
o   Akhirat menurut persfektiv Allah;dan
o   Kesimpulan.
·         Bab IV. Dalam bab  ini beliau membuat analisis filosofis mengenai jenis kelamin dalm al-Qur’an. Melalui analisis ini beliau memperlihatkan kekuatan al-Qur’an untuk mengatasi penyederhanaan berlebihan yang mewarnai sejumlah penafsiran tradisional yang telah menekan potensi wanita. Dalam bab ini ada beberapa pembahasan yaitu
o   Fungsi perbedaan di dunia:
Ø  Perempuan bukan hanya mahluk  biologis (hidup);
Ø  Perempuan memiliki tingkatan;
Ø  Perempuan memiliki keistimewaan;dan
Ø  Nusuz: ganguan keharmonisan rumah tangga.
o   Arti sebuah konteks dan kronologi dalam pengaturan status sosial perempuan dalam al-Qur’an:
Ø  Perceraian;
Ø  Patriacat;
Ø  Poligami;
Ø  Saksi;
Ø  Warisan;

Ø  Kewewenang pria; dan
Ø  Pengasuhan anak.
3.      Kesimpulan yaitu apabila ayat-ayat al-Qur’an tentang perempuan ditafsirkan oleh perempuan maka tidak akan ada penafsiran yang merugikan  perempuan  sehingga perempuan memiliki hak-ahak dan kedudukan yang sama atau sejajar dengan laki-laki.

2.      BIOGRAFI
Amina Wadud terlahir dengan nama Maria Teasley. Beliau dilahirkan di Maryland, Amerika pada 25 September 1952. Nama orang tuanya tidak diketahui, namun bapaknya adalah seorang  pendeta yang taat. Beliau  mengakui bahwa beliau tidak begitu dekat dengan ayahnya dan ayahnya tidak banyak mempengaruhi pandangannya. Dalam usianya 20 tahun beliau mendapatkan  Hidayah. Ketertarikannya terhadap Islam, khususnya dalam masalah konsep keadilan dalam Islam ( jender ), mengantarkannya untuk mengucapkan dua kalimah syahadah pada hari yang ia namakan “Thanks giving day”, tahun 1972. I did not enter Islam with any eyes closed againts structure and personal experiences of injustice that continue to exist. In my “personal transition,”most often called conversion, however, I focused with hope and idealisme to find greater acces to Allah as al-Wadud, the Loving God of Justice.[1]
Amina Wadud hidup di Negara yang kurang peduli terhadap agama yaitu Amerika. Selain itu beliau juga menempuh pendidikan Masternya dalam kajian Studi Islam. Kedua hal  ini yang mempengaruhi pemahaman atau pemikirannya sehingga besifat liberal.
Di masa mudanya, ia mendapatkan gelar kesarjanaan dari University of Pennsylvania yang kemudian ia lanjutkan pada 1988 untuk meraih gelar M.A. di Near Eastern Studies dan Ph.D. di Arabic and Islamic Studies.
Wadud merasa tidak cukup hanya dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya dari negaranya sendiri. Maka, ia pun beranjak ke negeri pyramid untuk meningkatkan studi tentang keislamannya di American University in Cairo. Ia memperdalam pembelajaran seputar al-Qur’an dan tafsir di Cairo University. Untuk menyempurnakannya ia mengambil pendidikan kursus tentang kefilsafatan di Al-Azhar University. Telah sempurnalah jenjang pendidikan yang ia lalui yang telah mengantarkannya menjadi seorang professor studi Islam di Departemen Studi Islam dan Filsafat Universitas Commonwealth di Richmond, Virginia.
Dalam beberapa literature,dapat kita ketahui bahwa beliau merupakan seorang yang aktif di berbagai organisasi perempuan di Amerika dan berbagai diskusi tentang perempuan, serta gigih menyuarakan keadilan islam antara laki-laki dan perempuan pada berbagai diskusi ilmiah di berbagai daerah maupun Negara. Beliau mendirikan organisasi Sister Islam di Malaysia.
Pemikiran Amina Wadud dalam bukunya  Qur’an and Woman ( Wanita di dalam al-Qur’an) dipengaruhi oleh pemikiran Fazlur Rahman. Hal ini bisa kita lihat dari metode dan pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan jender sama dengan metode yang digunakan oleh Fazlur Rahman.
Dalam bukunya, Inside The Gender Jihad, ia menulis bahwa ia telah menjadi the single parent lebih dari 30 tahun bagi empat orang anaknya. Hal ini, menurutnya, merupakan awal jihadnya dalam memperjuangkan hak-hak keadilan bagi para wanita Islam.
Sebagai seorang tokoh Studi Islam dan Aktivis Jender sudah sewajarnya memiliki karya-karya yang beredar di masyarakat. Ada pun beberapa karya beliau diantaranya :
1.      Qur’an and Women ( Wanita di dalam al-Qur’an ); dan
2.      Inside The Gender Jihad Women’s Reform in Islam.

3.      PEMIKIRAN
1.         The Tauhidic Paradigm/Hermeneutics of Tauhid
Tauhid merupakan teori dasar yang melandasinya dalam menegaskan ketidakadaannya penindasan perempuan dalam al-Qur’an. Ia selalu melihat teks-teks dan menafsirkannya secara kontekstual, tidak semata dipahami secara leksikal dan penafsiran kuno seperti apa yang dilakukan penafsir terdahulu dalam tafsir tradisionalnya (traditional exegetcal works).
2.           The Perceptions of Women Influence Interpretation of the Qur’an
No method of Qur’anic exegesis is fully objective, begitulah yang dikatakan Wadud. Bahwa tidak ada satupun penafsir yang menafsirkan al-Qur’an secara objektif, masing-masing adalah subjektif.
3.         In the Beginning, Man and Woman Were Equal
1.      Although there are distinctions between women and men, I argue that they aren’t of their essential natures.  Wadud berujar bahwa walaupun ada perbedaan antara keduanya, namun itu bukan esensi naturalnya dan al-Qur’an pun tidak secara jelas dalam menetapkan fungsi dari masing-masing, karena ini merupakan kodrat dari Sang Pencipta. Inilah yang disebutkan dalam teori feminisme islami.

4.       METODE DAN PENDEKATAN
Bukunya yang berjudul “Qur’an and Wowan” berisi   penelitian beliau tentang kedudukan perempuan dalam al-Qur’an. Penelitian ini dimulai pada tahun 1986 dan dipublikasikan pada tahun 1992. Dalam buku ini beliau menggunakan metode Reinterpretasi dan Double Movement dengan pendekatan  Heurmenetik, Philology, Sosial, Moral, Ekonomi dan Politik Modern.
Maksud metode Reinterpretasi ialah penafsiran ulang/ kembali al-Quran agar sesuai dengan konteks masyarakat. Sedangkan Double Movemen ialah melihat kondisi dan situasi ayat itu diturunkan agar mendapatkan nilai atau pesan moral yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut.
Adapun pendekatan Heurmenetik, Philology, Sosial, Moral, Ekonomi dan Politik Modern ialah pendekatan yang mendukung kedua metode di atas karena dengan Hermenetik dan Pilology penafsir dapat mengolah teks-teks yang akan di tafsirkan. Sedangkan pendekatan-pendekatan yang lainnya membantu penafsir menghasilkan penafsiran yang sesuai dengan konteks masyarakat.

5.      ANALISIS  TOKOH
Pemikirannya yang sangat liberal ini telah mengantarkan umat Islam kepada pembaharuan dan  pemikiran yang sangat jauh dari ke-turots-an. Sama halnya dengan Fazlur Rahman, Wadud pun menyadari bahwa metode yang digunakan ulama klasik perlu di up date demi tersampaikannya pesan yang terkandung di dalamnya, terutama untuk masa sekarang ini.
Amina Wadud mengkaji posisi perempuan dalam al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan hermenautika, salah satu bentuk metode penafsiran kitab suci, yang bertujuan untuk memperoleh kesimpulan makna suatu teks/ayat yang selalu berhubungan dengan tiga aspek, yaitu:
1.      Dalam konteks apa suatu ayat ditulis/diwahyukan
2.      Bagaimana komposisi tata bahasa ayat, bagaimana pengungkapannya dan apa yang dikatakannya
3.      Bagaiman pandangan hidup seluruh teks ayat
Pemikirannya yang liberal telah mendatangkan kritikan-kritikan yang dari tokoh-tokoh lain. Namun ada juga tokoh yang mendukungnya. Adapun beberapa tokoh yang mengeritiknya diantaranya : Gamal al-Bana mengarang buku singkat yang berisi bantahan terhadap  aksi  Amina Wadud yang membantah konstruk yang sudah menjadi kebiasaan (ajaran islam), menurutnya aksi  Amina Wadud itu di bantu oleh lembaga peneliti agama islam. DR. Yusuf al-Qardhawi mengecam Amina telah menyimpang dari tradisi Islam yang telah berjalan 14 abad. Ia pun menyatakan bahwa keempat bahkan kedelapan madzhab mengharamkan perempuan menjadi imam bagi laki-laki. Abdul Aziz al-Shaikh, Mufti Agung Arab Saudi, menganggap Amina sebagai “musuh Islam yang menentang hukum Tuhan”. Sedangkan tokoh yang mendukungnya diantaranya : DR. Khaled Abou el-Fadl, ahli fikih dari UCLA Scool of Law,  menegaskan bahwa tidak ada larangan dari al-Qur’an tentang masalah ini. K.H. Husein Muhammad, kiai asal Cirebon, meyakini bolehnya perempuan mengimami shalat di depan jamaah campuran (laki-laki dan perempuan). Musdah Mulia menyatakan bahwa perempuan harus menggalang persatuan dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi.
Setelah penulis membaca karya Amina wadud  “Qur’an and Women” penulis menyimpulkan bahwa Amina Wadud adalah seorang tokoh Islamic studies karena dalam mengkaji atau mempelajari islam beliau bersifat objektif. Beliau tafsirkan kembali al-Qur’an supa sesuai dengan konteks dunia sekarang ini dan bisa dipahami serta diterima oleh setiap orang baik itu orang muslim maupun non-Muslim. Selain itu Beliau adalah seorang aktivis dalam gerakan penyerataan jender antara kaum laki-laki dan perempuan. Penulis dalam hal ini dipengaruhi juga oleh tulisan kata pengantar Khaled Abou El Fadl dalam  buku Amina Wadud  “ Inside the Gendre Jihad” yang  penulis simpulkan: Khaled Abou El Fadel berpendapat bahwa  Amina Wadud adalah tokoh Islamic Studies dan juga aktivis jender.

6.      KESIMPULAN

Amina Wadud adalah soerang tokoh studi islam. Beliau bersikaf objektiv dalam mengkaji islam misalnya dalam menafsirkan al-Qur’an seperti yang dapat kita lihat dalam bukunya Qur’an and Women ( Wanita di dalam al-Qur’an ). Selain itu beliau adalah seorang aktivis jender.



REFERENSI
·         Departemen Agama RI. “al-Qur’an Terjemah dan Tajwid Disertai Ringkasan Tafsir            Ibn Katsir”. Jabal Raudhotul Jannah : Bandung.2009.
·         Wadud, Amina. ” woman and Qur’an”.  oxford: Forewords.1999.
·         Wadud,Amina. Inside The Gender Jihad Women’s Reform in Islam”. Oxford :                 Foreword. 2006.
·         Muhsin, Amina wadud. ”Wanita di dalam  Al-Qur’an”. Penerbit Pustaka:                           Bandung.1994.


[1] Amina Wadud, Inside The Gender Jihad Women’s Reform in Islam (Oxford : Foreword, 2006) ,
hlm. 2

Sejarah Singkat Percetakan Al-Qur'an di Barat

                                    Sejarah Percetakan Al-Qur’an di Barat

A.  Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya Muhammad saw. Tujuan diturunkannya al-qur’an ialah supaya umat manusia bisa mengetahui siapa Tuhan yang sebenarnya. Disamping itu Allah ingin menunjuki umat ini ke jalan yang lurus sesuai dengan petunjuk-Nya yang ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab samawi yang tidak ada perubahan dan penyimpangan makna di dalamnya, kitab yang diyakini oleh umat islam sebagai kitab pedoman yang kekal abadi sampai hari kiamat. Lain halnya dengan kitab-kitab samawi sebelumnya, seperti  Zabur, Taurat dan Injil. Ke-tiga kitab ini sudah banyak mengalami perubahan dan maknanya pun  sudah banyak yang diselewengkan oleh pemeluknya.  Firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya mereka Berkata : "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinyadan (mereka mengatakan pula) : "Dengarlah" sedang kamu Sebenarnya tidak mendengar apa-apadan (mereka mengatakan) : "Raa'inadengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. sekiranya mereka mengatakan : "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, Karena kekafiran mereka. mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.(QS An-nisa: 4: 46 )

            Ayat di atas dengan tegas mengatakan bahwa orang-orang Yahudi telah mengubah isi kitab mereka sendiri, tidak seperti al-Qur’an yang keotentikannya tetap terjaga sampai sekarang. Inilah salah satu bentuk kemu’jizatan al-Qu’an dan juga kebenaran janji Allah yang akan selalu memelihara kitab suci-Nya ini baik dari Tahrif dan Tabdil. Allah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُون

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (Q.S Al-Hijr :15 : 9)

            Ayat ini menegaskan bahwa al-Qur’an benar-benar telah dijaga oleh Allah dari berbagai macam penyimpangan. Baik dari segi bahasa maupun huruf-hurufnya. Sebagai orang beriman kita harus percaya bahwa al-Qur’an ini sudah final daari berbagai macam aspeknya.
            Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam tempo kurang lebih dua puluh tiga tahun, sepuluh tahun di Makkah dan tiga belas tahun di Madinah. Dalam proses pewahyuan, al-Qur’an diturunkan dalam bentuk bahasa Arab baik dari segi makna maupun lafadznya. Sebagaimana diketahui bahwa nabi adalah seorang ummi dalam artian, tidak bisa membaca dan menulis. Ketika al-Qur’an diturunkan, Nabi langsung memanggil para sahabat unntuk menulis wahyu tersebut. Tentu pada masa itu masih belum ada mesin cetak, sehingga para sahabat terpaksa menulis diatas Pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang dan sebagainya.
             Perkembangan pembukuan al-Qur’an semakin pesat dari masa ke masa, mulai dari pengumpulan tulisan milik sahabat pada masa khalifah Abu Bakar ra. sampai pembuatan  mushaf  pertama pada masa khalifah Utsman Bin Affan. Mulai dari penulisan dengan tangan hingga sampai pada masa percetakan.
Sejarah percetakan al-Qur’an di dunia kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dapat dilihat dari minimnya buku yang membahas tentang sejarah percetakan al-Quran ini. Muzaffar Iqbal, kontributor dalam Encyclopedy of Quran, mengatakan bahwa peranan tokoh muslim dalam membahas hal ini hanya berkisar 20% sedangkan 80% sisanya adalah sarjana-sarjana barat. Pembahasan tentang percetakan ini amat sulit ditemui dalam referensi-referensi ulumul qur’an, meskipun ada itu hanya potongan atau segelintir saja.  Informasi mengenai hal tersebut seperti dalam buku Subhi as-Shalih Mabaahits fii Uluum al-Qur’an hanya memaparkan sedikit informasi tentang percetakan al-Qur’an dan tidak dilengkapi dengan penjelasan yang detail.
Hamam Faizin, dosen UIN Syarif Hidayatullah, dalam satu kesempatan mengungkapkan alasan mengapa para sarjana Ulum al-Quran tidak terlalu fokus pada pembahasan percetakan ini. Menurut beliau para sarjana muslim tampaknya lebih serius membahas sejarah teks al-Qur’an baik mengenai penulisan, kodifikasi maupun qiraat, guna menjaga keotentikan al-Qur’an.Para sarjana menganggap percetakan tidak terkait dengan masalah otentitas sehingga mereka tidak terlalu mempermasalahkannya.
Pada dasarnya, pembicaraan mengenai percetakan ini pun perlu untuk dikaji. Dengan mengetahui sejarah percetakan, seorang dapat memahami motif apa yang ada  dibalik percetakan tersebut. Dan dengannya kita dapat memahami dan mengetahui secara pasti akan keotentikan kitab suci yang sampai ke tangan kita saat ini.
Berbicara mengenai percetakatan al-Qur’an ini, maka kita tidak akan pernah lepas dengan Barat. Karena dibaratlah untuk pertama kalinya dilakukan percetakan ini. Sehingga pembahasan tentang percetakan akan terkait erat dengan sejarah percetakan al-Qur’an di Barat. Pada kesempatan kali ini, penulis akan mencoba untuk sedikit mengulas tentang sejarah percetakan al-Qur’an di barat.
Penulis amat menyadari bahwa dalam penulisan ini akan banyak didapati kesalahan dan kekurangan disebabkan minimnya referensi dan intelektual penulis sendiri. Karena itu, kritik dan saran amat penulis harapkan demi kebaikan di masa yang akan datang.

     B.   Percetakan Awal al-Qur’an

Sebenarnya  jauh sebelum al-Qur’an di cetak dengan menggunakan tulisan arab, al-Qur’an telah di terjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa. Terjemahan al-Qur’an lengkap yang pertama ialah dengan menggunakan bahasa latin. Terjemahan ini dilakukan di Toledo oleh Robert of Ketton[1] atas permintaan Peter the Venerable, kepala biara Cluny.
Sebagaimana telah didapati informasi dari berbagai sumber yang mengatakan bahwa Al-Qur’an dicetak untuk pertama kalinya di Venisia[2]. Orang yang pertama kali mencetak al-Qur’an adalah Paganino dan Alessandro Paganini (1537 / 1538 M) namun, al-Qur’an yang dicetak oleh mereka berdua tidak diketahui keberadaannya akan tetapi copy dari Qur’an yang di cetak di venisia ini ditemukan di perpustakaan Fransiscan Friars of San Michele di Isola, Venisia oleh seorang sarjana Itali, Angelina Nouvo.[3]
Percetakan yang dilakukan oleh paganino dan Paganini ini bertujuan untuk di ekspor ke kerajaan turki usmani, tetapi orang-orang usmani tidak mau menerima al-Qur’an tersebut disebabkan beberapa alasan. Diantaranya:
1.      Orang-orang turki usmani meyakini bahwa al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang-orang yang suci (Islam), sedangkan Paganino dan Alessandro Paganini adalah orang kafir (Non-Muslim).Bahkan Jean Bodin (1530-1596) menyatakan dalam salah satu karangannya yaitu Colloquium Heptaplomeres bahwa orang-orang turki usmani memotong tangan kanan Alessandro dan merusak seluruh cetakannya.
2.      Al-Qur’an yang dicetak di Venisia ini memiliki banyak kekurangan atau kesalahan yang dapat mengurangi makna al-Qur’an.[4]

C.                 Percetakan Al-Qur’an di Hamburg

 Percetakan al-Qur’an selanjutnya dilakukan di Hamburg oleh Abraham Hinckelmann pada tahun 1694. Empat tahun selanjutnya  percetakan ini  diikuti dengan adanya percetakan al-Qur’an edisi teks arab lengkap dengan tejemah dalam bahasa latin oleh Ludovico Marcaci. Al-Qur’an ini diberi nama Alcuranus Textus Universus.
Menurut Gustav Flugel, kebanyakan al-Quran yang dipakai adalah edisi Arab. Hal ini  pertama kali nampak pada tahun 1843 kemudian diikuti dengan penerbitan pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893. Al-Qur’an edisi ini telah banyak digunakan oleh sarjana barat sampai diproduksi teks yang baru di Dunia Islam setelah Perang Dunia I.[5]


D.                Percetakan AL-Qur’an di St. Petersburg

Percetakan al-Qur’an edisi  St. Petesrburg mendapat perlindungan dari Ratu Chaterina II. Percetakan ini di lakukan pada tahun 1787, 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798. Menurut Sarkis, pada tahun 1801  terjadi  percetakan al-Qur’an pertama di Volga, Kazan. Sedangkan menurut Schnurrer, percetakan itu terjadi pada tahun 1803. Perbedaan pendapat ini mungkin terjadi karena penemuan mesin cetak oleh Tsar Pavel I pada tahun 1801. Dan pendapat yang lebih tepat ialah pendapat yang pertama. Perpustakaan Princeton University menyebutkan bahwa cetakan  ini diterbitkan oleh  Tabkhānah-yi Sayyidāt-i Kazān.
Semenjak 1842, percetakan di St. Petersburg dilakukan setiap tahun dengan menggunakan mesin cetak yang berbeda-beda. Motif al-Qur’an  percetakan tersebut seperti motif  percetakan  yang ada di Asia dan  percetakan milik  Rahīmjān Saīd Ugli. Pada  tahun 1905, di St. Petersburg telah di cetak al-Qur’an dengan ukuran yang besar untuk ditunjukkan kepada Pemerintah pada saat itu.[6]

E.                 Percetakan Al-Qur’an di London

Selain di Venisia, Hamburg dan St. Petersburg, al-Qur’an juga di cetak di London, Inggris, yaitu pada tahun 1833 dan diikuti tahun 1871 dan 1875. Hal ini sesuai dengan al-Qur’an yang ada di Perpustakan Harvad University, Amerika. Al-Qur’an yang ada di sini yaitu al-Quran cetakan London tahun 1845 dan 1848.[7]

F.                 Percetakan Al-Qur’an di Leipzig

Al-Qur’an dicetak dan diterjeamhkan oleh orientalis jerman yang bernama Gustav Flugel dengan judul Corani Texn Arabicus pada tahun 1834 di Leipzig. Pada cetakan kali ini dilengkapi dengan pedoman penggunaan. Cetakan edisi leipzing ini dikenal juga dengan Fugel Edition.
   Al-Qur’an terjemahan Flugel ini menjadi dasar bagi penelitian al-Qur’an berikutnya dan menjadi dasar sejumlah terjemah ke dalam bahasa eropa yang lain. Edisi ini dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870 dan 1893. Para sarjana barat menggunakan al-Qur’an cetakan Leipzig ini hingga percetakan tersebar sampai ke  dunia islam secara luas yaitu hingga akhir Perang Dunia I. Namun, al-Qur’an edisi ini masih memiliki banyak kekurangan terutama pada sistem penomoran surat.

Tulisan ini disusun oleh:
Abdul Halim               : 11531002
Muhammad Anshari   : 11531005
Muhammad Amin       : 11531030
Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadits kleas A. Fakultas Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sebagai salah satu tugas mata kuliah Sejarah Al-Qur’an yang di ampu oleh Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin.






REFERENSI

Departemen Agma RI.  Al-Quran dan Terjemahnya.  Bandung:  PT Syaamil Cipta Media.2005.
McAuliffe, Jane Dammen dkk. Encyclopedia of the Qur’an. Brill. Leiden-Bostom: 2004.
Dijk, Arjan Van. Early Printed Qur’ans: The Dessimmination of the Qur’an in the west. Dalam Journal of Qur’anic Studies, Vol. 7 No: 2, 25 oktober 2005.
Asy-Ayaikh, Syekh Shalih Bin Abdul Aziz Bin Muhammad Ali.Tathawwur Al-Kitab Al-Mushaf Asy-Syarif wa Thiba’ati. Di akses dari http:// www. Qurancomplex.org. di unduh pada tanggl 26 Februari 20012.


[1] Dia adalah seorang sarjana berkewarganegaraan Inggris.
[2] Sarjana arab menyebutnya dengan nama Al-Bunduqiyyah. sebagai contoh bisa di lihat di kitab Tathawwur Al-Kitab Al-Mushaf  Asy-Syarif wa Thiba’ati karya Syekh Shalih Bin Abdul Aziz Bin Muhammad Ali asy-Ayaikh, hlm. 19.
[3] Arjan Van Dijk, Early Printed Qur’ans: The Dessimmination of the Qur’an in the West. Hlm. 1. Dalam Journal of Qur’anic Studies, Vol. 7 No: 2, 25 oktober 2005

[4] Arjan Van Dijk,Early Printed Qur’ans: The Dismsemenation of Qur’an in the West, hal. 2. Dalam Journal of Qur’anic Studies, Vol. 7 No: 2, 25 oktober 2005.
[5] Jane Dammen McAuliffe, Encyclopedia of the Qur’an,( Brill, Leiden-Bostom: 2004), hlm 265.
[6] Jane Dammen McAuliffe, Encyclopedia of the Qur’an, hlm. 266.
[7] Jane Dammen McAuliffe, Encyclopedia of the Qur’an, hlm.